Temuan BPK di DKI Boros Rapid Test dan Gaji PNS Meninggal

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pemborosan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Salah satunya soal anggaran belanja Rp1,1 miliar untuk pengadaan rapid test covid-19 pada 2020 lalu.

Temuan ini tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang beredar. Anggota badan anggaran DKI Jakarta Mujiono telah membenarkan LHP BPK untuk Pemprov DKI Jakarta tersebut.

Dalam dokumen tersebut, terdapat dua penyedia jasa pengadaan rapid test covid-19 dengan merek serupa, dengan waktu yang berdekatan, namun dengan harga yang berbeda.


Pertama, pengadaan rapid test covid-19 lgD/lgM dalam satu kemasan isi 25 test cassete merk clungene yang dilaksanakan oleh PT NPN dengan surat penawaran penyedia jasa tertanggal 18 Mei 2020.

Nilai kontrak atas pengadaan tersebut Rp9,8 miliar. Waktu pelaksanaan kontrak selama 19 hari, mulai 19 Mei sampai 8 Juni 2020.

Namun, jangka waktu kontraknya berubah hingga 14 Juni 2020 karena ada pergantian penerbangan pengiriman dari bandara asal.

Pengerjaan dinyatakan selesai pada 12 Juni, dengan jumlah pengadaan 50 ribu pieces dan harga per unit barang Rp197 ribu. Harga itu belum termasuk PPN.

Kedua, pengadaan rapid test covid-19 IgG/IgM dalam satu kemasan isi 25 tes merk clungene yang dilaksanakan oleh PT TKM. Pekerjaan dilakukan berdasarkan kontrak pada 2 Juni senilai Rp9 miliar.

Pekerjaan selesai pada 5 Juni 2020 dengan jumlah pengadaan sebanyak 40 ribu pieces dengan harga per unit Rp222 ribu.

Dari hasil konfirmasi BPK, PT NPN dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), PT NPN tidak tahu jika terdapat pengadaan rapid test covid-19 serupa dengan jumlah yang lain di luar perusahaannya.

BPK menilai seharusnya PPK dapat mengutamakan dan memilih penyedia jasa yang sebelumnya mengadakan produk sejenis dan stok tersedia, namun dengan harga yang lebih murah.

BPK melihat terdapat pemborosan atas keuangan daerah dari pengadaan kedua penyedia tersebut hingga Rp1,19 miliar.

Sementara, BPK juga menemukan bahwa DKI Jakarta masih membayar gaji dan tunjangan kinerja daerah (TKD) pada pegawai yang telah wafat atau pensiun pada 2020. Nilainya mencapai Rp862,7 juta.

Temuan ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2020 yang disahkan oleh Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo pada 28 Mei 2021.

CNNIndonesia.com sebelumnya telah menghubungi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Maria Qibtya terkait temuan BPK ini, namun yang bersangkutan belum merespon pesan singkat maupun panggilan telepon.

BPK merinci kelebihan pembayaran gaji dan TKD atau tambahan penghasilan pegawai (TPP) pegawai negeri sipil 2020 oleh Pemprov DKI Jakarta.

Pertama, seorang pegawai pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan yang sudah pensiun per 1 Januari 2020, tetapi masih menerima gaji senilai Rp6,33 juta.

Kedua, pegawai pensiun atas permintaan sendiri (APS), tetapi masih menerima gaji. Jumlahnya 12 orang dari enam organisasi perangkat daerah (OPD).

Ketiga, sebanyak 57 orang dari OPD yang sudah wafat masih menerima gaji atau TKD atau TPP. Total yang diberikan sebesar Rp352,9 juta.

Keempat, sebanyak 31 orang dari delapan OPD yang melaksanakan tugas belajar, tetapi masih menerima TKD atau TPP. Tunjangan yang diberikan kepada pegawai sebesar Rp344,6 juta.

Kelima, pegawai yang terkena hukuman disiplin berupa teguran tertulis dilakukan pemotongan TKD atau TPP sebesar 20 persen selama dua bulan. Namun, kenyataannya terdapat dua pegawai yang pada bulan keduanya tetap menerima TKD atau TPP penuh.

(aud/fea)

[Gambas:Video CNN]

Related Posts

0 Response to "Temuan BPK di DKI Boros Rapid Test dan Gaji PNS Meninggal"

Post a Comment